Akibat sikap kedurhakaan seorang anak kepada kedua orang tua.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Durhaka kepada orang tua memiliki dampak dan akibat
yang luar bisa dalam kehidupan di dunia, saat sakratul
maut, di alam Barzakh, dan di akhirat. Akibat itu antara lain:
1. Dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla
barangsiapa yang dimurkai oleh keduanya, maka Aku
murka kepadanya
2. Menghalangi doa dan Menggelapi kehidupan
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “…Dosa yang
mempercepat kematian adalah memutuskan
silaturrahmi, dosa yang menghalangi doa dan menggelapi kehidupan adalah durhaka kepada keduaorang tua.” (Al-Kafi 2: 447)
3. Celaka di dunia dan akhirat
4. Dilaknat oleh Allah swt
5. Dikeluarkan dari keagungan Allah swt
Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata: “Allah mengharamkan
durhaka kepada kedua orang tua karena durhaka pada
mereka telah keluar dari pengagungan terhadap Allah swt dan penghormatan terhadap kedua orang tua.” (Al-Faqih 3: 565)
6. Amal kebajikannya tidak diterima oleh Allah swt
Dalam hadis Qudsi Allah swt berfirman: “Demi
Ketinggian-Ku, keagungan-Ku dan kemuliaan
kedudukan-Ku, sekiranya anak yang durhaka kepada
kedua orang tuanya mengamalkan amalan semua para
Nabi, niscaya Aku tidak akan menerimanya.” (Jâmi’us
Sa’adât 2: 263).
7. Shalatnya tidak diterima oleh Allah swt
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa
yang memandang kedua orang tuanya dengan
pandangan benci ketika keduanya berbuat zalim
kepadanya, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Kafi 2:349).
8. Tidak melihat Rasulullah saw pada hari kiamat
Rasulullah saw bersabda: “Semua muslimin akan
melihatku pada hari kiamat kecuali orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan
orang yang disebutkan nama¬ku lalu ia tidak bershalawat kepadaku.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 263).
9. Diancam dimasukkan ke dalam dua pintu neraka
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membuat
kedua orang tuanya murka, maka baginya akan
dibukakan dua pintu neraka.” (Jâmi’us Sa’adât 2: 262).
10. Tidak akan mencium aroma surga
Rasulullah saw bersabda: “Takutlah kamu berbuat
durhaka kepada kedua orang tuamu, karena bau
harum surga yang tercium dalam jarak perjalanan
seribu tahun, tidak akan tercium oleh orang yang
durhaka kepada kedua orang tuanya, memutuskan
silaturahmi, dan orang lanjut usia yang berzina…” (Al-Wasâil 21: 501)
11. Menderita saat Saktatul maut
Penderitaan anak yang durhaka kepada orang tuanya
saat sakratul mautnya pernah menimpa pada salah
seorang sahabat Nabi saw.
Inilah 11 akibat dari sikap kedurhakaan kepada
kedua orang tua, semoga kita semua menjadi anak
sholeh dan sholihat, anak yng taat kepada kedua
ibu bapak kita, anak yang senantiasa menghormati
dan menghargai mereka, anak yang selalu
mendoakan mereka dan mari kita berlindung
dari sikap anak yang durhaka kepada kedua orang
tua kita, amin. Yaa rabbal alamin.
Semoga Bermanfaat ♥
Tema keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk
diringkas dengan bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu
kita ketahui adalah firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah
mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk
mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk
memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan
memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka
para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan
untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang
dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima
agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan
diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang
yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan
orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang
siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku
membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah
mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam
Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda.
“Demi
Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan
Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan
haram buat dirinya.” (
Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus
menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada
tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu
yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan
dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga.
Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke
seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga
Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak
memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip
sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ
لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi,
“Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.”
Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh
penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi
kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi
Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab,
“dengan akalku,” tapi jawablah,
“dengan fitrahku.”
Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah
dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab
dengan dalil fitrah.
“Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab,
“Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi),
“Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya,
“Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya.
“Itulah
fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu
itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya.
Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits
Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia
secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan
diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa
Allah mencintai sholat lima waktu,
haji,
puasa
di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi
yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang
hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk
menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan
diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila
ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan
mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang
hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan
menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah
mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang
untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang
berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta
segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan
untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun
batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna
ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat
“Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah.
Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan
fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak)
kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat
“Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
(yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad
Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di
samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti
ajaran kecuali ajaran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti
ra’yu keluarga,
ra’yu kelompok,
ra’yu jama’ah,
ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang
kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan
oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak
orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk
kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon
(kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai
ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i,
“Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan
syirik
dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan
terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang
lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar,
minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan
mengharamkan zina, percampuran nasab dan
ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan
tabdzir
(pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima
perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah
datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih
banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan
sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat
hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab,
kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan,
bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain,
melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah
intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi
waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah
dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan
karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan
alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-
Sunnah
Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat
dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004
di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman
hafizhahullah
Tema
keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan
bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah
firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah
mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk
mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk
memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan
memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka
para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan
untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang
dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima
agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan
diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang
yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan
orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang
siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku
membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah
mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi
Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan
Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan
haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus
menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu
yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan
dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga.
Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke
seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga
Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak
memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip
sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ
لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi, “Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.”
Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh
penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi
kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tapi jawablah, “dengan fitrahku.”
Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah
dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab
dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah
fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu
itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya.
Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits
Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia
secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan
diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa
Allah mencintai sholat lima waktu, haji, puasa
di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi
yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang
hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk
menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan
diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila
ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan
mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang
hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan
menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah
mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang
untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang
berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta
segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan
untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun
batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna
ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah.
Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan
fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak)
kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
(yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad
Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di
samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti
ajaran kecuali ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang
kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan
oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak
orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk
kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon
(kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i, “Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik
dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan
terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang
lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar,
minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan
mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir
(pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima
perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah
datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih
banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan
sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat
hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab,
kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan,
bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain,
melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah
intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi
waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah
dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan
karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-Sunnah
Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat
dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004
di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah
Tema
keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan
bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah
firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah
mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk
mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk
memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan
memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka
para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan
untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang
dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima
agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan
diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang
yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan
orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang
siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku
membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah
mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi
Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan
Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan
haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus
menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu
yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan
dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga.
Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke
seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga
Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak
memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip
sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ
لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi, “Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.”
Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh
penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi
kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tapi jawablah, “dengan fitrahku.”
Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah
dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab
dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah
fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu
itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya.
Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits
Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia
secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan
diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa
Allah mencintai sholat lima waktu, haji, puasa
di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi
yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang
hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk
menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan
diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila
ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan
mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang
hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan
menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah
mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang
untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang
berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta
segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan
untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun
batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna
ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah.
Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan
fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak)
kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
(yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad
Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di
samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti
ajaran kecuali ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang
kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan
oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak
orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk
kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon
(kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i, “Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik
dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan
terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang
lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar,
minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan
mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir
(pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima
perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah
datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih
banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan
sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat
hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab,
kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan,
bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain,
melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah
intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi
waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah
dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan
karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-Sunnah
Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat
dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004
di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah
Tema
keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan
bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah
firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah
mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk
mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk
memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan
memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka
para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan
untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang
dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima
agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan
diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang
yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan
orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang
siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku
membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah
mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda. “Demi
Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan
Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan
haram buat dirinya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus
menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu
yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan
dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga.
Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke
seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga
Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak
memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip
sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ
لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi, “Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.”
Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh
penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi
kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab, “dengan akalku,” tapi jawablah, “dengan fitrahku.”
Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah
dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab
dengan dalil fitrah. “Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab, “Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi), “Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya, “Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya. “Itulah
fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu
itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya.
Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits
Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia
secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan
diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa
Allah mencintai sholat lima waktu, haji, puasa
di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi
yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang
hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk
menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan
diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila
ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan
mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang
hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan
menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah
mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang
untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang
berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta
segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan
untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun
batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna
ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah.
Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan
fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak)
kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat “Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
(yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad
Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di
samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti
ajaran kecuali ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang
kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan
oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak
orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk
kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon
(kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i, “Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik
dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan
terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang
lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar,
minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan
mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir
(pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima
perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah
datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih
banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan
sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat
hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab,
kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan,
bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain,
melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah
intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi
waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah
dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan
karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-Sunnah
Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat
dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004
di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah
Tema
keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan
bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah
firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah
mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk
mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk
memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan
memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka
para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan
untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang
dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima
agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan
diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang
yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan
orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang
siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku
membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah
mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam
Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda.
“Demi
Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan
Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan
haram buat dirinya.” (
Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus
menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada
tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu
yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan
dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga.
Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke
seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga
Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak
memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip
sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ
لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi,
“Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.”
Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh
penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi
kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi
Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab,
“dengan akalku,” tapi jawablah,
“dengan fitrahku.”
Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah
dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab
dengan dalil fitrah.
“Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab,
“Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi),
“Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya,
“Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya.
“Itulah
fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu
itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya.
Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits
Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia
secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan
diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa
Allah mencintai sholat lima waktu,
haji,
puasa
di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi
yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang
hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk
menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan
diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila
ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan
mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang
hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan
menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah
mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang
untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang
berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta
segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan
untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun
batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna
ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat
“Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah.
Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan
fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak)
kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat
“Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
(yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad
Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di
samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti
ajaran kecuali ajaran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti
ra’yu keluarga,
ra’yu kelompok,
ra’yu jama’ah,
ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang
kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan
oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak
orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk
kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon
(kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai
ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i,
“Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan
syirik
dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan
terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang
lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar,
minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan
mengharamkan zina, percampuran nasab dan
ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan
tabdzir
(pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima
perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah
datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih
banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan
sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat
hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab,
kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan,
bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain,
melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah
intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi
waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah
dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan
karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan
alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-
Sunnah
Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat
dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004
di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman
hafizhahullah
Tema
keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan
bilangan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah
firman Allah.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali Imran: 19)
Juga firman-Nya.
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima.” (Qs. Ali Imran: 85)
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah
mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah mengutus para rasul untuk
mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk
memperkenalkan Allah. Barang siapa menaati mereka, maka para rasul akan
memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka
para rasul akan menjadi peringatan baginya. Para rasul diperintahkan
untuk menegakkan agama di dunia ini.
Allah berfirman.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ
كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي
إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu ‘Tegakkan
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.’ Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 13)
Islam adalah agama yang dipilih Allah untuk makhluk-Nya. Agama yang
dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima
agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan
diridhaiNya.
Allah berfirman.
يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada)-Nya.” (Qs. Asy-Syura: 42)
Sebagian ahli ilmu mengatakan, Sebelumnya aku mengira bahwa orang
yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan
orang yang meridhoi Allah, niscaya Allah akan meridhoinya. Dan barang
siapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku
membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah
mendahului kecintaan hamba pada-Nya dengan dasar ayat,
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitai-Nya.” (Qs. Al Maaidah: 54)
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
“Allah meridhoi mereka dan mereka meridhoi-Nya.” (Qs. At-Taubah: 100)
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah, mendahului taubat seorang hamba kepada-Nya dengan dasar ayat,
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُواْ إِنَّ
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (Qs. At-Taubah: 118)
Demikianlah, bila Allah mencintai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam
Shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda.
“Demi
Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang Yahudi dan
Nasrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali surga akan
haram buat dirinya.” (
Hadits Riwayat Muslim)
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus
menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada
tauhid dan syahadatain. Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya.
Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya.
Allah berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُواْ مِن كِتَابِ اللّهِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab.” (Qs. Al Maaidah: 44)
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu
yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan
dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga.
Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke
seantero dunia. Allah telah menjelaskannya dalam Al Quran, demikian juga
Nabi dalam Sunnahnya. Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak
memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip
sebuah ayat.
مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاء ثُمَّ
لِيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barang siapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak
menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia
merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (Qs. Al-Hajj: 15)
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr, kami bertanya kepada Nabi,
“Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma)?” Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah.”
Yaitu Roma yang terletak di Italia. Islam pasti akan meluas di seluruh
penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi
kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi
Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Robb-mu. Jangan engkau jawab,
“dengan akalku,” tapi jawablah,
“dengan fitrahku.”
Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah
dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab
dengan dalil fitrah.
“Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?” Ia menjawab,
“Pernah.” (Abu Hanifah bertanya lagi),
“Apakah engkau merasa akan tenggelam?” Jawabnya,
“Ya.” “Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?” “Ya,” jawabnya.
“Itulah
fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu
itulah kekuatan fitrah Allah. Manusia mengenal Allah dengan fitrahnya.
Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits
Muttafaq ‘Alaih. Nabi bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau
Majusi.”
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia
secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan
diridhoi Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa
Allah mencintai sholat lima waktu,
haji,
puasa
di bulan tertentu? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi
yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para nabi-Nya.
Sekali lagi, nikmat dan anugerah paling besar yang diterima seorang
hamba dari Allah ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk
menetapkan syariat-Nya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan
diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hamba-Nya. Bila
ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan
mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang
hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan
menaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah telah
mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang
untuk menjaga agama. Karena itu, Allah mengharamkan syirik, baik yang
berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta
segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan
untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara zahir maupun
batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna
ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat
“Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya: tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah.
Ini bagian dari pesona agama kita. Allah mengharamkan akal, hati dan
fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak)
kepada selain-Nya. Sedangkan makna syahadat
“Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”,
(yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad
Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika
menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, di
samping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti
ajaran kecuali ajaran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti
ra’yu keluarga,
ra’yu kelompok,
ra’yu jama’ah,
ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al Quran dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang
kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan
oleh Allah pada kalbu Nabi. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak
orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk
kembali kepada Al Quran dan Sunnah. Namun, memang telah timbul dakhon
(kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai
ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i,
“Setiap orang bisa diambil perkataannya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah.”
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan
syirik
dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian penjagaan
terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang
lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamar,
minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan
mengharamkan zina, percampuran nasab dan
ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan
tabdzir
(pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima
perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syariat telah
datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih
banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan
sekarang.
Syariat telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat
hingga menyingkirkan gangguan dari jalan. Karena itu tolonglah jawab,
kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan,
bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain,
melakukan pembunuhan dan peledakan? Jadi, ini sebenarnya sebuah
intervensi pemikiran asing atas agama kita. Semoga Allah memberkahi
waktu kita, dan mengaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah
dan Sunnah Nabi dengan lurus. Dan semoga Allah memberi tambahan
karunia-Nya kepada kita. Akhirnya, kami ucapkan
alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
[Diambil dari situs almanhaj.or.id yang disalin dari Majalah As-
Sunnah
Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M rubrik Liputan Khusus yang diangkat
dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004
di Masjid Istiqlal Jakarta]
***
Penulis: Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman
hafizhahullah